The Vocational Instructor RockstaR : Part Two

"Bagi Rockstar, karyanya adalah ibarat nyawanya"

Bagi seorang Rockstar, karya nyatanya adalah ibarat nyawanya. Dari karyanya, ciri khas seorang Rockstar bisa dikenali oleh penggemarnya. Karyanya dibuat dengan mendetail hingga tercipta suatu komposisi yang dapat dinikmati. Untuk menjaga agar tidak cepat usang ditelan zaman, seorang Rockstar perlu terus meng-uptodate dengan karya-karya barunya. Jika tidak, Rockstar hanya menjadi legenda yang kadang dilupakan dan mendekati “punah”.

Memasuki dunia instruktur adalah komitmen memasuki dunia pembelajaran dan pelatihan seumur hidup. Kebutuhan untuk melestarikan SKA (Skill, Knowledge, Attitude) agar tidak “punah” adalah komitmen profesi agar selaras dengan zamannya. Siswanya adalah penggemarnya yang setia yang selalu menantikan “karya” instruktur diruang-ruang kelas dan bengkel. Penggemarnya yang menantikan perubahan yang ditawarkan dari karyanya. Penggemar yang selalu bergumam “karya yang bermanfaat atau tidak”.

Karya instruktur tidak berhenti di konsep dan teori. Ibarat karya Rockstar yang bisa dimainkan, detail komposisi notasi, syair, harmoni, arrangement, harus komplit. Karya instruktur adalah karya mendetail. Sebagai perpaduan antara kebutuhan dunia industri dengan kemampuan siswa. Karya yang mendetail tidak berhenti pada konsep dan teori. Melainkan juga memiliki sisi praktis dan teknis. Sehingga bisa “dimainkan” dan punya pengaruh sampai pada “skill” dan "atittude".

Menciptakan karya yang berkualitas, berkesan dan tidak mudah dilupakan. Sebuah tantangan didunia Rockstar. Suatu karya sebagai parameter “keabadian” seorang Rockstar. Karya yang menjadi penyaring (filter) berjaya atau runtuh-nya para Rockstar. Karya yang selalu menjadi referensi dan inspirasi bagi munculnya Rockstar lain. Karya yang menghasilkan efek “bola salju”, yang semakin lama semakin sempurna, di-daur ulang, juga di cetak ulang.

Karya yang berkualitas, berkesan dan tidak mudah dilupakan disaat siswa membutuhkannya kembali. Disaat-saat uji ataupun test kerja. Juga bermanfaat untuk penerapan kerja saat sudah bekerja. Karya yang dikenang dan abadi. Karya yang mempunyai waktu relatif lama untuk “nyangkut diotak” siswa. Karya yang bisa mendorong siswa untuk menjadi Rockstar juga dibidangnya.

Instructor Rockstar barangkali bisa diilhami dari 3 keywords: Instruktur, karya dan kreatifitas. Let’s get rock’n Instructor…!

The Vocational Instructor RockstaR : Part One

"Nidji, Peterpan, Dewa 19, D'Massive, Ungu, Radja, Nicky Astrea, Agnes Monica bahkan Almarhum Michael Jackson. Apa yang membuatnya sukses dan terkenal?" Karyanya-kah, penggemarnya-kah, ketampanan atau kecantikannya-kah, Kisah kontroversialnya-kah, atau barangkali karena kematiannya...???

Sejenak mencoba mencari inspirasi yang terserak dari kisah panjang perjalanan para Rockstar. Istilah “Rockstar” semoga dapat mewakili sebutan sejenis, seperti “Dangduter”, “Jazzer”, “Keroncong-er”, “Popstar”, atau “Superstar”. Mungkin karena unsur dinamis dan progressive berlebih dari aliran ini, sehinggai bermanfaat untuk menaikkan “adrenalin” penkmatnya.

Instructor juga manusia…
Punya rasa...punya hati…
…………………………
Banyak kesuksesan para Rockstar awalnya dimulai dari kesenangan atau kegemaran terhadap sesuatu. Biasa disebut sebagai “hobby”. Melakukan hobby mendatangkan kegembiraan. Kebahagiaan datang tatkala tiba waktu untuk melakukan hobby. Kebahagiaan semakin meningkat disaat hobby dilakukan. Kegiatan atas nama hobby membuatnya betah untuk berlama-lama bercengkrama dengan dunianya. Si empunya hobby sering lupa waktu, bahkan lupa usia. GODBLESS masih saja nge-Rock disaat sudah kakek-kakek. Jelly Tobing memecahkan rekor 8 jam menabuh drum.

Efek setelah melakukan hobby biasanya adalah kepuasan batin. Kembali segar karena tersalurkan. Bahkan ada efek kecanduan, ingin mengulanginya lagi dalam waktu dekat. Dan kembali berlama-lama untuk asyik bercengkrama. Seorang Yngwie Malmsteen, dewa gitar dari Swedia menghabiskan waktunya 10 jam sehari untuk hobbynya nge-rock.

Sebagai manusia yang juga punya rasa…, bersosialisasi dengan komunitas yang memiliki hobby sejenis menjadi pendorong semangat untuk kemajuan hobby-nya. Proses untuk saling berbagi, transfer ilmu, dan ber-eksistensi, biasa terjadi dalam kelompok yang punya “chemistry” yang sama. Semangat “corsa” atau solidaritas tercipta karena merasa senasib dan sepenanggungan, dalam satu visi dan misi…atas nama hobby itu sendiri. Konser, kontes dan penganugerahan “award” menjadi agenda rutin untuk semakin menunjukkan eksistensi dan jati diri.

I-Rocksar (Instruktur Rockstar), sudahkah mantap menjadi pilihan? Saat mengajar/melatih bukan menjadi beban atau sekedar standar pekerjaan, melainkan hobby yang mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan. Dimana aktifitasnya selalu dinanti, selalu ingin diulangi, selalu ingin bersosialisasi dan saling tranfer. Menjadi betah berlama-lama bercengkrama dalam setiap prosesnya. Seakan…”doing hobby like there is no tomorrow”. Menjadi mimpi yang sempurna….

Terima kasih untuk para Rockstar yang telah menjadi inspirasi untuk tulisan ini. Kembali mencari inspirasi yang masih berserakan untuk “Part Two”….Viva Rockstar…!!! Viva Instructor!!!

Innalillahi!..Kematian seorang Instruktur

"Kematian instruktur bukan disembarang tempat, melainkan di kelas"

Membuat siswa bisa dan mampu, antusias dan penasaran, asyik belajar dan lupa waktu, merasa mendapatkan banyak dari waktu yang singkat. Ibarat prasasti, ilmu yang dilatihkan terukir dalam, tak lekang oleh waktu. Meng-kristal, terabadikan dan memberi kesan. Mendorong untuk terus ber-eksplorasi. Menelusuri setiap detail, mengulang (repetisi), mencoba yang belum bisa, kemudian membiasakannya. Awal yang terasa berat, menjadi ringan pada akhirnya.

Produk dahsyat made in Instruktur.
"Kematian instruktur bukan disembarang tempat, melainkan di kelas". Sebuah kelakar satir. Menggambarkan tingkat performa yang ditampilkan instruktur di setiap sessi pelatihan. Selalu berhubungan erat antara "niche" atau "ceruk" harapan siswa dengan "teaching tools and method" atau produk materi yang disampaikan. Seberapa handal, seberapa mantap, seberapa presisi, dan seberapa kuat menghadapi waktu yang singkat ataupun panjang. Se-kaku itukah?. Menghilangkan sisi humanis siswa sebagai manusia-kah?. Produk yang dahsyat telah mempertimbangkan segalanya. Membuat instruktur tetap "hidup", menikmati dan menghayati kehidupannya di kelas.

Produk dahsyat adalah hasil pengembaraan keilmuan. Hasil canda dengan buku, berkeringat dalam eksperimen bengkel, dan menambahkan unsur kreativitas. Memiliki karakter "mengakar dan subur", hingga selalu tumbuh bila selalu disiram. Ada dimensi fleksibilitas, sejauhmana dan seberapa dalam kebutuhan, selalu bisa diukur. Praktis dan efisien. Bukan suatu produk "tebar pesona", atau ber-orientasi project semata, namun lebih pada produk yang "bermanfaat dan berhasil guna". Karakter "mengakar" adalah menyebar kebawah, bukan tersangkut "keatas". Kadang tidak mendapatkan pujian atasan, tetapi selalu mendapatkan ucapan terima kasih dari pengguna. It's all about the spirit within, sebarapa tulus semangat yang paling dalam dalam meng-create produk.

Big "O" dan "Terima kasih"
Akhirnya, segala sesuatu selalu bicara soal parameter dan jaminan keberhasilan. Big "O" adalah cerminan pencerahan siswa. Gambaran terhadap "mitos" materi yang selama ini "kompleks dan sulit", ternyata mudah dan menyenangkan. Bukan kekaguman semu, namun ekspresi untuk mengerti, bisa dan mampu. Juga cerminan siswa yang terinspirasi, ingin mencari dan mencari terhadap sesuatu yang belum ditemui alias penasaran.

Sedangkan "terima kasih" adalah pewujudan kepuasan. Seakan baru lahir dari zaman kegelapan menuju terang benderang. Merefleksikan naiknya moral, karena merasa berhasil. Menumbuhkan harapan untuk ingin selalu kembali dan ingin mengulangi, merasa sayang bila materi hilang. Dan,..., bercita-cita untuk berprestasi. Suatu jaminan semangat dan motivasi dari dalam.

Finally, lanjutkan mencetak produk dashsyat made in Instruktur, terima kasih untuk produk yang telah di-launching sebelumnya. Semakin mengakar, dan tumbuh subur. Semoga tidak ada lagi instruktur yang "mati" karena hadapi siswanya yang tidak antusias, lemes dan ngantuk. Semoga instruktur "hidup abadi" kalau perlu menjadi "mummy" dan tetap melatih. Lebay..MODE ON.

Kerja Bangku, Kenangan Indah Tak Terlupakan

Praktek kerja bangku, sebuah materi dasar dimana siswa membuat suatu produk dengan alat perkakas tangan, dilakukan secara manual, tanpa bantuan mesin. Segala sesuatunya dilakukan dengan mengandalkan ketrampilan tangan. Kemampuan dasar menterjemahkan gambar kerja, pengukuran presisi serta posisi dan sikap kerja. Suatu kerampilan yang mengandalkan olah rasa (feeling), ketelitian dan stamina. Fisik, intelektual dan "art" yang berbaur jadi satu. Harmoni yang tepat akan menghasilkan suatu produk yang handal, presisi bahkan zero defect (bebas dari cacat produk).

Membayangkan betapa sulitnya? Mempraktekkan seberapa mudahnya? "Belajar dari yang tersulit tapi teraman" Demikian barangkali yang bisa dikatakan dari materi ini. Sebelum ber-praktek dengan mesin - dimana ada putaran dan kecepatan - praktek ini bermanfaat mengenalkan siswa dengan karakter dasar peralatan dan -terutama- material kerja (mesin:besi/logam). Peralatan dasar seperti kikir (files), gergaji tangan, pahat tangan, martil, dll.

Bagi pemula, kesulitan pengerjaan dan belajar memecahkan masalah menjadi topik menarik untuk diselesaikan. Beberapa trend kasus semisal, bagaimana meratakan permukaan benda kerja, membuat kesikuan, membuat paralel permukaan, melakukan inspeksi hasil kerja termasuk mengukur, bagaimana jika ukuran "tekor" alias tidak presisi. Pengerjaannya serasa menguras energi, tak heran jika dispenser adalah tempat yang laris dikunjungi. Hingga muncul peribahasa "seteguk air, 0,05 milimeter terlampaui".

"Cukup sekali pak, aku merasa...praktek kerja bangku" Terdengar nyanyian siswa menirukan dangdutnya Rhoma Irama. "Biarpun salah, kalo sudah jauh melangkah, ga mau revisi...!" Ada lagi yang sempat ngedumel. "Perasaan jengkel juga kalau teman ada yang selesai, punya saya masih banyak masalah" Lagi sebuah keluhan. "Semangat, lanjutkan, lebih cepat lebih baik!" Kali ini praktek kerja bangku berbau politik diserukan. Ibarat gado-gado, berbagai macam makanan dicampur, tetap menghasilkan rasa enak....

Seminggu penuh berpeluh dalam panasnya bengkel, beradu otot dengan besi kerja, melawan musuh yaitu diri sendiri-semangat kadang kendor, moral nge-drop, pesimisme, dan keputusasaan. Disisi lain, terhibur dengan saling kompetisi diantara siswa, menatap indahnya finishing hasil kerja,dan senyum instruktur yang mempesona. Pasti, akan menghasilkan kenangan praktek terindah diakhir dan sesudah masa pelatihan. Untuk semua siswa dan alumni..."masa depanmu ditentukan dari Praktek Kerja Bangku..." Babat alas bersimbah darah, selesaikan produk..dan segera Praktek Permesinan!!!

3 in One dan Kebahagiaan Instruktur


Apa parameter kebahagiaan kita? Apakah parameternya bisa dideteksi? Lalu, apakah parameternya bisa meningkat?. Nah, pertanyaan-pertanyaan tadi yang sering muncul tiba-tiba, akhirnya satu demi satu muncul jawabannya. Dari kolega, saudara, bahkan bila dinikmati, dari apa yang bisa diamati.

Salah seorang teman pernah memberi parameter kebahagiaan bagi seorang pengajar, jika siswa yang yang diajar berhasil melakukan proses belajar dengan baik, berprestasi. Apa yang diajarkan bisa diserap. Berhasil dalam berbagai ujian. Mematuhi nilai-nilai akademis. Akhirnya, lulus dengan memuaskan. Cukupkah?

Waktu berlalu, perjalanan berlanjut, dan parameter yang baru tentang kebahagiaan ketemu lagi. Lagi-lagi seorang teman yang memberi masukan. Seorang pengajar akan bahagia bila bertemu siswa yang pernah dididik/latih mau bertegur sapa. "Pak, gimana kabar bapak?" atau, "Pak, mari Pak.." dst..dst. Apalagi bersalaman dan sekedar berbasa basi untuk kangen-kangenan. Waduh, betul-betul kebahagiaan immaterial...

Berlanjut, standar pengajaran/pelatihan baru ditemukan dan diterapkan. Ada konsep "Three in One" dimana ada #3 misi utama: pelatihan, sertifikasi dan penempatan. Tak ayal lagi, parameter kebahagiaan jadi mengikuti perkembangan zaman. Bisa ditebak...Ya, Selain proses belajarnya lancar, berprestasi, kemudian mau bertegur sapa bila ketemu di jalan. Juga bila ditanya "kerja dimana?.." Dengan bangga dia menyebutkan suatu instansi. "Alkhamdulillah, Pak...Saya sudah bekerja". "Bekerja dimana?"..."Di PT Anu, pak!" dst..dst.

Zaman berkembang, waktu silih berganti. Parameter kebahagiaan baru masih menanti. Atau barangkali sudah diketemukan tapi belum tertulis disini? Yah, kebahagiaan yang meminta persyaratan. Yang pasti untuk sementara, parameter kebahagiaan instruktur diatas semoga bisa mewakili.

Sehat, Bugar dan Raih Persentase Belajar Tertinggi


Materi praktek, adalah materi yang paling ditunggu-tunggu oleh sebagian besar siswa. Setelah teori, keinginan untuk mempraktekannya dibengkel begitu besar. Internalisasi materi akan semakin bertambah seiring kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam praktek. Dalam praktek, pemikiran, perasaan, kemampuan fisik akan bertemu dengan pengalaman untuk mengatasi masalah (problem solving) dan menghasilkan kemajuan yang lebih tinggi lagi.

"Kalau begitu kita harus mempersiapkan segalanya dong, Pak..., sebagai operator tidak cuma butuh ketrampilan berhitung saja, tapi perasaan dan fisik juga" Salah seorang siswa mencoba membuat komentar. "Ya..betul, so...selain intelektual dan spiritual, rajin-rajinlah berolahraga..., hambatan kelelahan fisik seringkali berpengaruh terhadap kemampuan berfikir dan mental". Praktek permesinan memang menuntut kemampuan fisik berlebih. Berdiri berjam-jam untuk menyelesaikan beberapa job sheet dan menghadapi cuaca panas dibengkel apalagi diwilayah Bekasi yang panas akan menguras energi. Terutama untuk pemula yang belum terbiasa.

Beberapa pengalaman siswa yang belum terbiasa mengatakan "Bila malam hari tiba, jika dibandingkan teman-teman dari kejuruan lain, kami dari jurusan mesin tidurnya paling awal..!" Lanjutnya, "Hari-hari pertama materi praktek, badan terasa pegal-pegal, pak!".

Materi praktek memang penuh suka-duka, sehingga sering timbul istilah "mencari keringat", layaknya berolahraga. Efeknya, badan bertambah segar, wajah jadi cerah, tidur nyenyak, makan enak...sehat. Apalagi jika mendapat skor tinggi pada penilaian pengerjaan jobsheet, karena proses dan hasil produk yang presisi. Ada kepuasan lahir-batin. Menambah kepercayaan diri untuk melanjutkan pembuatan produk dengan tingkat kesulitan lebih tinggi.

Melaksanakan materi praktek, mengingatkan pada hasil penelitian Vernon A. Magnesen (1983). Bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari yang kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari yang kita katakan, 90% dari yang kita katakan dan lakukan. So, gapai persentase belajar tertinggi dan kebugaran tertinggi juga.

Siswa Pencaker: Gak Hidup Kalo Ga Ada Motto

"Selami jiwa-jiwa mereka, kemudian ajak mereka kedalam dunia kita". Masih terngiang prinsip "Quantum Teaching" dalam pikranku untuk beberapa menit pertama sessi pelatihan. Memberi inspirasi untuk menyajikan yang terbaik sehingga siswa "enjoy" dan tersugesti "belajar dan berlatih adalah hal yang asyik dan menyenangkan".

Kira-kira satu minggu yang lalu, hari pertama yang istimewa ketika aku masih dipercaya melatih siswa pencari kerja (pencaker) angkatan ketiga ditahun 2009. Tegur sapa dan saling kenal berlanjut dengan berbagi pengalaman dan motto hidup. Walaupun malu-malu dan kaget karena hal ini tidak terduga, sempat juga ter-eksplor beberapa "rahasia" motto mereka."Hidup adalah tantangan, Pak!,...Rasanya ga hidup kalau ga ada tantangannya" Seru salah satu dari mereka. "Wow keren!!", aku menimpali. "ada lagi, pak!. Aku tak ingin jadi benalu!", "Aku ingin ter-motivasi!"..."Aku ingin menambah wawasan". Sambil saling tertawa mereka mengungkapkan dan melihat ekspresi masing-masing.

Tiba-tiba ada yang spontan membikin motto hidup dari cuplikan iklan. "Bikin hidup lebih hidup, Pak!". "Wow, amazing!" masih aku menimpali...disela-sela riangnya kelas...Sessi berbagi motto hidup ku awali dengan motto hidup baru sesuai materi hari ini Gambar Teknik. "Oke, class...motto dahsyat hari ini adalah..."I was born to draw..!!!, Kita telah terlahir untuk menggambar!!.

Materi demi materi, job demi job, diskusi demi diskusi, jalani bersama hingga akhir sessi. Oleh-oleh PR dan rasa penasaran menambah keceriaan kita. Terima kasih para siswa atas motto hidupnya. "Teaching is learning"...dari siswa juga saya banyak belajar.

Ginanzar Panji, Seorang alumnus SMEA dan operator bubut yang handal

What a manpower you are! Begitu kesan akhir bagi seorang Ginanzar Panji. Alumnus SMEA jurusan pemasaran yang sekarang handal menjadi operator mesin bubut dan milling, setelah digembleng selama 300-an jam pada pelatihan pencaker 2009 kejuruan mesin Cevest Bekasi. Energik, cerdas, dan selalu ingin menggali suatu ilmu dan keahlian. Rajin menggali informasi dan seakan tidak mau kalah dengan teman-temannya yang berlatar belakang keteknikan.

Terakhir bertemu, dia sudah menitipkan lamaran kerja di Cikarang dan Bogor. Pendapatnya, "anak muda seperti saya harus segera bekerja!".

Pada saat pelatihan, dia sempat menjadi "tolok ukur" bagi peserta pelatihan lainnya. Barangkali karena latar belakangnya yang "sosial". Kenyataannya, kemampuannya melebihi latar belakangnya. Dari segi target waktu, proses dan hasil pekerjaan (job), memberi skor yang sangat memuaskan. Hasil evaluasi akhir, memberikan sinyal terhadap masa depannya yang cerah.

Selamat berjuang alumni pencaker 2009, pada saat pelatihan diriku masih terngiang uraian Pak Syarif-salah seorang instruktur- "Jika Ginanzar bisa, pasti yang lain bisa!" seakan memberi semangat dan inspirasi generasi sesudahmu untuk terus berusaha, belajar, berlatih, strong will and determination! Kamu jadi bagian penting bagi sejarah Cevest dan pelatihannya.

Sunoto, pencaker dengan nilai Gambar Teknik terbaik

Namanya "Sunoto", seorang alumnus SMK kejuruan Teknik Mesin di kota Tegal. Jauh-jauh dari tempat tinggalnya untuk belajar dan berlatih. Kejuruan mesin Cevest menjadi tujuannya. Harapannya mendapatkan pekerjaan setelah berlatih. Pada pelatihan pencaker 2009 ini dia lolos untuk masuk pada angkatan pertama.

Menjadi instruktur gambar teknik dan seringnya memberi tugas, me-review, dan melakukan penilaian atas pekerjaan (job) siswa, memberi keuntungan untuk hafal dengan nama dan wajah mereka. Sunoto, salah satunya. Orangnya tidak banyak bicara, sabar, telaten, dan tangkas dalam bekerja. Kesan mendalam ketika mengamatinya selalu serius dalam bekerja, mengingatkanku pada proverb "talk less and do more". Meskipun demikian, disaat-saat istirahat saling sambung rasa untuk berkomunikasi dan tukar-menukar pengalaman terasa sangat lancar.

Sunoto, semakin hari semakin memberi kesan. Materi gambar teknik yang materinya sebagian besar memberi penekanan pada logika geometri tidak membuatnya kesulitan. Hingga, evaluasi akhir diadakan dan kesuksesan diraihnya. Skor tertinggi didapatkannya ditengah-tengah soal yang tidak bisa dianggap mudah. Dalam hati saya bergumam "sebetulnya anak ini punya logika yang extended, mampu mengatasi rintangan psikologis terhadap soal yang tampaknya tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang terbatas". But, dia bisa! Hebat..., kagum. Begini seharusnya SDM Indonesia, tak layak mendapatkan posisi sebagai "pengangguran" dan kesulitan mencari kerja.

Kemarin, Sunoto muncul lagi setelah sekitar seminggu penutupan pelatihan operator bubut. Tatapan penuh harap untuk segera bekerja berkelebat ketika kutawari untuk sejenak singgah. "Mengambil sertifikat, Pak! Untuk mencari kerja!" serunya ditengah kesibukan bekerjaku. Do'aku teriring saat jabat tangan kita. "Sabar, istiqomah, usaha lahir dan batin!" refleks terucap bersama pikranku yang sibuk menerka-nerka masa depan mereka. Indonesia, Sunoto dan kawan-kawan ingin segera berkiprah...